Perkawinan Campuran


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang masalah
Sebelum UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan berlaku secara efektif pada tanggal 1 Oktober 1975, di Indonesia berlaku berbagai hukum perkawinan bagi berbagai golongan warga Negara dan berbagai daerah diantaranya bagi orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku hukum Islam kalau diterima oleh hukum adat, bagi orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum adat dan bagi orang Indonesia beragama selain Islam berlaku hukum adat mereka.
Setelah berlakunya UU No 1 tahun 1974, maka semua peraturan yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam UU No 1 tahun 1974 ini, dinyatakan tidak berlaku.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan perkawinan campuran?
2.      Bagaiman hukum perkawinan antar orang yang berlainan agama?












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perkawinan Campuran
Pasal 1 perkawinan campuran merumuskan, bahwa perkawinan campuran ialah perkawinan antara orang-orang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan. [1]
Perumusan pasal ini kurang jelas. Akibat kurang jelasnya perumusan pasal tersebuy, maka timbullah beberapa penafsiran di kalangan ahli hukum. Ada yang berpendapat, bahwa perkawinan campuran hanya terjadi antara orang-orang yang tunduk pada hukum yang berlainankarena berbeda golongan penduduknya. Ada pula yang berpendapat, bahwa perkawinan antara orang-orang yang berlainan agamanya dan juga antara orang-orang yang berlainan asal daerahnya itu juga termasuk perkawinan campuran.
Pasal 1 peraturan perkawinan campuran berbeda dengan pasal 57 UU No 1 tahun 1974, yang merumuskan dengan jelas, bahwa perkawinan campuran itu ialah perkawinan antara dua orang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena berlainan kewarganegaraan dan salah satu berkewarganegaraan Indonesia.
Jelaslah, bahwa berdasar atas pasal 57 UU perkawinan, maka perkawinan antarorang-orang yang berlainan agama di Indonesia bukanlah perkawinan campuran. Karena itu, apabila UU Perkawinan dilaksanakan secara murni dan konsekuen, seharusnya setiap permohonan perkawinan antarorang-orang yang berlainan agama, yang sebelumnya telah ditolak, baik oleh KUA (bagi mereka yang mau melaksanakan perkawinannya menurut agama Islam) maupun oleh Kantor Catatan Sipil (bagi mereka yang mau melaksanmakan perkawinannya menurut agama selain Islam/ vide pasal 2 ayat 1 dan 2 PP No.9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No.1 tahun 1974), maka seharusnya Pengadilan Negeri secara yurudis bisa menolak permohonan izin kawin tersebut. Sebab berdasarkan pasal 2 ayat 1 jo pasal 8 f UU No. 1/1974 yang m,enegaskan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu; dan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin. Ketentuan pasal tersebut berarti perkawinan harus dilakukan menurut hukum agamanya, dan bahwa hal-hal yang dilarang oleh agama, berarti dilarang pula oleh UU Perkawinan.[2]
B.     Perkawinan Antarorang yang Berlainan Agama
Perkawinan yang dimaksud dengan “perkawinan antarorang yang berlainan agama” di sini ialah perkawinan orang Islam (pria/wanita) dengan yang bukan Islam (pria/waanita). Mengenai masalah ini, Islam membedakankan menjadi tiga macam.
1.      Perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita musyrik
Islam melarang perkawinan antara seorang pria muslim dengan wanita musyrik, berdasarkan firman Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 221:
وَلَا تَنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكَٰتِ حَتَّىٰ يُؤۡمِنَّۚ وَلَأَمَةٞ مُّؤۡمِنَةٌ خَيۡرٞ مِّن مُّشۡرِكَةٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡۗ وَلَا تُنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤۡمِنُواْۚ وَلَعَبۡدٞ مُّؤۡمِنٌ خَيۡرٞ مِّن مُّشۡرِكٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَكُمۡۗ
221. Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
            Hanya di kalangan ulama timbul beberapa pendapat tentang siapa musyrikah (wanita musyrik) yang haram dinikahi itu?
            Menurut Ibnu Jarir al-Thabari, seorang ahli tafsir, bahwa musyrikah yang dilarang untuk dikawini ialah musyrikah dari bangsa Arab saja, karena bangsa Arab pada waktu turunnya al-Qur’an memang tidak mengenal kitab suci dan mereka menyembah berhala. Maka menurut pendapat ini, seorang muslim boleh kawin dengan wanita musyrik dari noo-Arab, seperti Cina, India dan Jepang, yang diduga diduga dahulu mempunyai kitab suci atau serupa kitab suci, seperti pemeluk agama Budha, Hindu, Konghucu, yang percasya pada Tuhan Yang Maha Esa, percaya adanya hidup sesudah mati, dan sebagainya. Muhammad Abduh juga sependapat dengan ini. [3]
Tetapi kebanyakan ulama berpendapat, bahwa semua musyrikah baik dari bangsa Arab ataupun bangsa non-Arab, selain ahlul kitab, yakni Yahudi (Yudaisme) dan Kristen tidak boleh dikawini. Menurut pendapat ini bahwa wanita yang bukan Islam, dan bukan pula Yahudi/Kristen tidak boleh dikawini oleh pria muslim, apapun agama ataupun kepercayaannya, seperti Budha, Hindu, Konghucu, Majusi/Zoroaster, Karen apemeluk agama selain Islam, Kristen danYahudi itu termasuk kategori “musyrikah”.



2.      Perkawinan antara seorang pria muslim dengan wanita ahlul kitab
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa seorang pria Muslim boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi atau Kristen), berdasarkan firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 5:
وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ
(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu,
            Selain berdasarkan al-Qur’an surat al-Maidah ayat 5, juga berdasarkan sunnah Nabi, di mana Nabi pernah kawin dengan wanita Ahlul Kitab, yakni Mariah al-Qibtiyah (Kristen).
            Namun demikian, ada sebagian ulama yang melarang perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita Kristen atau Yahudi, karena pada hakikatnya doktrin dan praktek agama Kristen dan Yahudi itu mengandung unsur syirik yang cukup jelas, misalnya ajaran trinitas dan mengkultuskan Nabi Isa dan ibunya Maryam (Maria) bagi umat Kristen, dan kepercayaan Uzair putra Allah dan mengkultuskan Haikal Nabi Sulaiman bagi umat Yahudi.
3.      Perkawinan antara  seorang wanita Muslimah dengan pria non Muslim
Ulama telah sepakat, bahwa Islam melarang perkawinan antara seorang wanita muslimah dengan pria non-Muslim, baik calon suaminya itu termasuk pemeluk agama yang mempunyai kitab suci seperti Kristen dan Yahudi (revealed religion), atau pun pemeluk agama yang mempunyai kitab serupa kitab suci, seperti Budha, Hindu maupun pemeluk agama yang tidak mempunyai kitab suci.
Adapun dalil yang menjadi dasar hukum untuk larangan kawin antara wanita muslimah dan pria non-Muslim adalah:
a.       Firman Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 221:
وَلَا تَنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكَٰتِ حَتَّىٰ يُؤۡمِنَّۚ وَلَأَمَةٞ مُّؤۡمِنَةٌ خَيۡرٞ مِّن مُّشۡرِكَةٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡۗ
221. Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
b. Ijma’ para ulama tentang larangan perkawinan antara wanita Muslimah dengan pria non-Muslim
      Pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non muslim, menurut para ulama tetap diharamkan, baik menikah dengan pria Ahli kitab maupun dengan seorang pria musyrik. Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah menikah dengan pria nin muslim tidak dapat menahan godaan yang akan datang kepadanya. Seperti halnya wanita tersebut tidak dapat menolak permintan sang suami yang mungkin bertentangan dengan syariat islam, atau wanita itu tidak dapat menahan godaan di lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin cenderung lebih dominan.
      Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah dengan pria non muslim adalah Al Qur’an  surat Al Maidah ayat 5, yang menyatakan bahwa Allah SWT hanya memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim dengan wanita ahli kitab, tidak sebaliknya. Seandainya pernikahan ini diperbolehkan, maka Allah SWT pasti akan menegaskannya di dalam Al Qur’an. Karenanya, berdasarkan mahfum al-mukhalafah, secara implisit Allah SWT melarang pernikahan tersebut.
      Dalam kitab tafsir Al-Tabati karya Imam Ibnu jarir At Tabari. Menuturkan Hadist Riwayat Jabir bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda :
Kami ( kaum Muslim) menikahi wanita Ahli kitab, tetapi mereka ( pria Ahli Kitab) tidak boleh menikahi wanita kami”
      Menurut imam Ibnu Jarir At Tabari, meskipun sanad-sanad Hadist tersebut sedikit bermasalah, maknanya telah disepakati oleh kaum muslimin, maka hujjahannya dapat dipertanggung jawabkan.













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Islam melarang perkawinan antara seorang pria muslim dengan wanita musyrik.
2.      Kebanyakan ulama berpendapat bahwa seorang pria Muslim boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi atau Kristen), walaupun ada yang berpendapat bahwa Ahlul Kitab yang sekarang ini tidak sama dengan zaman Nabi karena doktrin ajaran agama mereka mengandung syirik.
3.      Ulama telah sepakat, bahwa Islam melarang perkawinan antara seorang wanita muslimah dengan pria non-Muslim.
B.     Saran-saran
Demikianlah makalah ini kami sajikan, kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.




DAFTAR PUSTAKA

Depag. 2006. Alquran dan Terjemahnya. Surabaya: Pustaka Agung Harapan
Ridha, Rasyid. 1367H. Tafsir al-Manar. vol. VI. Cairo: Darul Manar.
Zuhdi, Masfuq .1993. Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo.




[1] Masfuq Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo, 1993), hlm. 2
[2] Ibid. h. 2-3
[3] Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. VI, (Cairo: Darul Manar, 1367H), hlm. 187-188, 1990 dn 193

Belum ada Komentar untuk "Perkawinan Campuran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel