Keteladanan Guru


     Mengajar bukanlah tugas yang ringan bagi seorang guru yang hanya menyampaikan suatu pengetahuan kepada siswa, akan tetapi lebih dari itu, karena dalam mengajar guru akan berhadapan dengan sekelompok siswa, mereka adalah makhluk hidup yang memerlukan bimbingan dan pengajaran. Apalagi ketika menanamkan nilai-nilai guru tidak hanya dituntut  mentransfer pengertian tentang nilai-nilai tersebut, akan tetapi lebih dari itu bagaimana agar nilai-nilai tersebut terinternalisasi ke dalam diri siswa didik.
     Menanamkan moral dan kepribadian pada siswa didik merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan . Di saat masyarakat mengalami dekadensi moral, hal ini tidak saja terjadi di perkotaan tetapi sudah merambah sampai pedesaan.
     Saat ini sebagian besar guru menganggap bahwa  tugasnya hanya mentransfer ilmu. Tugasnya hanya mengajar di kelas, setelah itu seolah selesailah tugas guru tersebut. Padahal tugas guru sebenarnya adalah di dalam dan di luar kelas selama masih berada dalam lingkungan sekolah. Bahkan di masyarakat pedesaan guru dituntut lebih dari itu tugas guru  sampai berada di lingkungan masyarakat.
     Penanaman nilai-nilai pada diri paserta didik pada umumnya hanya dibebankan pada mata pelajaran agama dan PPKn. Padahal dengan materi pelajaran yang beragam dan cukup banyak, tugas itu pasti tidak tidak akan berhasil tanpa dukungan dan juga keikutsertaan semua pendidik tanpa memandang jenis pelajaran yang diembannya.
     Apalagi kalau kita menilik tugas dan fungsi guru sebagai pendidik yaitu menanamkan nilai-nilai kepada peserta didik. Sehingga kalau kita pahami tugas tersebut merupakan tugas semua guru sebagai pendidik.
     Tugas utama guru tersebut seharusnya dimulai dari pribadi guru tersebut. Pribadi guru ang mendidik haruslah pribadi yang dapat diteladani siswa didiknya dalam setiap kesempatan, bukan hanya selama guru tersebut berada di dalam kelas. Penanaman nilai-nilai kepada peserta didik niscaya akan berhasil, jika sikap guru juga mencerminkan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan.    
Menurut Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertangggung jawab.
     Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang senantiasa menjadi prioritas dalam meningkatkan harkat dan martabat individu, pendidikan juga selalu diarahkan untuk pengembangan nilai-nilai kehidupan manusia serta merupakan usaha untuk membina kepribadian siswa.
     Manusia yang diciptakan pada dasarnya  tidak tahu apa-apa sebagaimana tersebut dalam Alquran surah an-Nahl : 78 bahwa seseorang harus belajar sehingga dapat mengetahui sesuatu yang yang diinginkan.
     Menurut Nana Sudjana (2008) belajar adalah proses yang aktif,  bereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar juga suatu proses melihat, mengamati, memahami sesuatu. Apabila kita bicara tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah tingkah laku seseorang.
     Pendapat di atas menyatakan bahwa belajar dapat mengubah tingkah laku seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam proses pembelajaran hubungan guru dengan murid sangat penting. Murid-murid akan bebas belajar apabila hubungan dengan guru baik, mereka tidak perlu lagi membuang waktu untuk membangun strategi menegakkan disiplin, jika guru membina hubungan baik. Guru tidak perlu selalu mengubah diri dari suatu peranan ke peranan lain, sebaliknya bila hubungan itu kurang baik, maka teknik mengajar yang bermacam ragam yang digunakan guru, kurang dapat membuahkan hasil yang diinginkan.
     Robert M Gagne mengelompokkkan kondisi-kondisi belajar ( system lingkungan belajar ) sesuai dengan tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai. Gagne mengemukakan delapan macam yang kemudian disederhanakan menjadi lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar sehingga, pada gilirannya membutuhkan sekian macam kondisi belajar (system lingkungan belajar) untuk mencapainya kelima macam kemampuan hasil belajar tersebut adalah :
a.    Keterampilan intelektual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari system lingkungan skolastik)
b.    Strategi kognitif mengatur “cara belajar” dan berpikir seseorang di alam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.
c.    Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah antara lain keterampilan menulis, mengetik, menggunakan jangka dan sebagainya.
d.    Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
e.    Sikap dan nilai berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang, sebagaimana dapat dismpulkan dari kecenderungan bertingkah  laku terhadap orang, barang atau kejadian.
          Menurut Sardiman (2007) secara umum tujuan belajar ada tiga, yaitu : Untuk meningkatkan pengetahuan. Adapun jenis interaksi atau cara yang digunakan untuk kepentingan pada umumnya, pemberian tugas–tugas bacaan. Dengan demikian anak didik akan diberi pengetahuannya sekaligus akan mencarinya sendiri untuk mengembangkan cara berpikir dalam rangka memperkaya pengetahuannya. Kedua, Penanaman  konsep dan keterampilan. Penanaman konsep dan keterampilan juga memerlukan suatu keterampilan-keterampilan  untuk melatih kemammpuan. Dan yang ketiga Pembentukan sikap. Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik guru  harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya. Untuk itu dibutuhkan kecakapan dalam mengarahkan motivasi belajar  dan berpikir dengan tidak lupa mengggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh  
     Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya Dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan  dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya, semua itu menunjukkan kepribadian guru sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya. Oleh karena itu wajar ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke suatu sekolah akan mencari tahu dulu siapa guru-guru yang akan membimbing anak-anaknya.
     Kepribadian guru sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi peserta didik. Kperibadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya.
     Sehubungan dengan uraian di atas setiap guru dituntut memiliki kompetensi kepribadian yang memadai, bahkan kompetensi ini akan melandasi atau menjadi landasan bagi kompetensi-kompetensi lainnya. Dalam hal ini guru tidak hanya dituntut untuk mampu memaknai pembelajaran, tetapi dan yang paling penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.
     Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Berkenaan dengan kepribadian, hal ini menjadi salah satu kompetensi yang amat penting. Hal ini guru guru sering memperoleh peran menjadi panutan atau idola untuk salah satu atau beberapa aspek kepribadian, misalnya sopan santun, tekun dan rajin belajar, dan sebagainya. Itulah sebabnya, sikap, perilaku guru dalam kehidupan sehari-hari menjadi salah satu ukuran untuk menentukan bentuk keteladanan guru bagi anak didiknya.
     Sebagai pendidik guru lebih banyak sebagai sosok panutan, yang memiliki nilai moral dan agama yang patut ditiru dan diteladani oleh siswa. Contoh dan keteladanan itu lebih merupakan aspek-aspek sikap dan perilaku, budi pekerti luhur, dan akhlak mulia, seperti jujur, tekun, mau belajar, amanah, sosial, dan sopan santun terhadap sesama. Sikap dan perilaku guru yang sehari-hari dapat diteladani oleh siswa di dalam maupun di luar kelas, merupakan alat pendidikan yang diharapkan akan membentuk kepribadian siswa kelak di masa dewasa. Dalam konteks inilah maka sikap dan perilaku guru menjadi semacam bahan ajar secara tidak langsung yang dikenal dengan ‘hidden curriculum.’ Sikap dan perilaku guru menjadi ‘bahan ajar’ yang secara langsung maupun tidak langsung akan ditiru dan diikuti oleh para siswa. Dalam hal ini guru dipandang sebagai ‘role model’ yang akan digugu dan ditiru oleh muridnya.
      Zakiah Darajat (1992) menyatakan bahwa guru adalah pendidik professional, karena guru telah menerima dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak. Dalam hal ini, orang tua harus tetap sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya, sedangkan guru adalah tenaga professional yang membantu orang tua untuk mendidik anak-anak pada jenjang pendidikan sekolah.
     Sambas Soejadi (2001) menyatakan dalam bahasa Sangsekerta, guru berarti seorang yang dihormati, figur yang tidak memiliki cela dan tidak boleh memiliki kesalahan. Guru bukan hanya sekedar sebagai pendidik dan pengajar, melainkan juga mengemban misi seorang Begawan, selain bijaksana juga menguasai ilmu pengetahuan dan mengemban nilai-nila moral dan agama. Pengertian guru seperti ini menyandang status yang memiliki peran amat mulia, yakni sebagai pendidik, pengajar, pembimbing dan pelatih.
     Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, professional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa. Hal ini penting, karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan oleh faktor kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa. Kondisi kepribadian yang demikian sering membuat guru melakukan tindakan-tindakan yang tidak professional, tidak terpuji, bahkan tindakan-tindakan tidak senonoh yang merusak citra dan martabat guru. Berbagai kasus yang disebabkan oleh kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa, sering kita dengar di berita-berita elektronik atau kita  baca di berbagai majalah dan surat kabar.
     Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian  adalah rangsangan yang sering memancing emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai temperamen yang berbeda dengan orang lain.Untuk keperluan tersebut. Upaya dalam bentuk latihan mental akan sangat berguna.Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi.
     Banyaknya peserta didik yang berlaku kurang senonoh di masyarakat, terlibat vcd porno, narkoba dan pelanggaran lainnya, berangkat dari pribadi yang kurang disiplin.Di sekolah banyak peserta didik  yang kita lihat perilakunya yang bertentangan dengan moral yang baik. Misalnya merokok, berambut gondrong, membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, membuat keributan di kelas, melawan guru, berkelahi dan perbuatan yang mengarah pada hal-hal yang bersifat kriminal.Oleh karena itu, peserta didik harus belajar disiplin, dan gurulah yang harus memulainya, sebagai guru dia harus memiliki pribadi yang disiplin, arif dan berwibawa.
     Dalam pendidikan, mendisiplinkan peserta didik harus dimulai dengan pribadi guru yang disiplin, arif dan berwibawa, kita tidak bisa berharap banyak akan terbentuknya peserta didik yang disiplin dari pribadi guru yang kurang disiplin, kurang arif, dan kurang berwibawa. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya kita membina disiplin peserta didik dengan pribadi guru yang disiplin, arif dan berwibawa. Dalam hal ini disiplin harus ditujukan, untuk membantu peserta didik menemukan diri; mengatasi, mencegah timbulnya masalah disiplin, dan berusaha menciptakan situasi  yang menyenangkan bagi pembelajaran, sehingga mereka mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan.
     Dalam menanamkan disiplin, guru bertanggung jawab mengarahkan, dan berbuat baik, menjadi contoh, sabar dan penuh pengertian. Guru harus mampu mendisiplinkan peserta  didik dengan kasih sayang, terutama disiplin diri (self-discipline). Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu melakukan  hal-hal sebagai berikut: Membantu peserta didik mengembangkan pola perilaku untuk dirinya;Membantu peserta didik meningkatkan standar perilakunya; dan Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai  alat untuk menegakkan disiplin.
     Mendisplinkan peserta didik dengan kasih sayang dapat dilakukan secara demokratis, yakni dari, oleh dan untuk peserta didik, sedangkan guru tut wuri handayani.
     Reisman and Payne (1987) mengemukakan strategi umum mendisiplinkan peserta didik sebagai berikut.1.Konsep diri (self-concept);strategi  ini menekankan bahwa konsep-konsep diri peserta ddik merupakan factor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.2.Keterampilan berkomunikasi (communication skills);guru harus memiliki keterampilan komunikasi  yang efektif agar mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.3.Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical consequences); perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini mendorong munculnya perilaku-perilaku yang salah. Untuk itu guru disarankan : a)menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didk dalam mengatasi perilakunya, dan b) memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah. 4.Klarifikasi nilai (values clarification); strategi ini dilakukan untuk membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk nilainya sendiri. 5. Analisis transaksional (transactional analysis); disarankan agar guru bersikap dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah.6.Terapi realitas (reality therapy); guru perlu bersikap positif dan bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan di sekolah, dan melibatkan peserta didik secara optimal dalam pembelajaran.7.Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline); guru harus mampu mengendalikan, mengembangkan dan mempertahankan peraturan, dan tata tertib sekolah, termasuk pemanfaatan papan tulis untuk menuliskan nama-nama peserta didik yang berperilaku menyimpang.8.Modifikasi perilaku (behavior modification); guru harus menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, yang dapat memodifikasi perilaku peserta didik.9.Tantangan bagi disiplin (dare to discipline); guru harus cekatan, terorganisasi, dan tegas dalam mengendalikan disiplin peserta didik.
     Melalui berbagai upaya tersebut diharapkan tercipta iklim yang kondusif bagi pembelajaran, sehingga peserta didik dapat menguasai berbagai kompetensi sesuai dengan tujuan.
     Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu , guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus ‘senantiasa mengawasi perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakan yang indisiplin. Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau teladan, pengawas, dan pengendali seluruh perilaku peserta didik.
     Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku peserta peserta didik kearah yang positif, dan menunjang pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin.
      Menurut Zakiah Darajat (1980)  usaha dan perilaku guru dalam mengajar sangat berpengaruh kepada siswanya. Oleh karena itu, guru yang baik adalah guru yang memiliki sifat yang baik pula. Adapun sifat-sifat guru yang baik, yaitu: Penyayang, menghargai kepribadian anak didik, sabar, memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermacam-macam, Menyenangkan dan berkelakuan baik, Adil dan tidak memihak, Toleran ,Ada perhatian terhadap persoalan anak didik, Mampu memuji perbuatan dan menghargai anak didik, Mampu memimpin dengan baik.
     Dengan demikian, tugas seorang guru sebagai pendidik haruslah disertai sifat yang baik. Dalam arti lain untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan haruslah dimulai dengan keteladanan dari guru.










DAFTAR PUSTAKA
Darajat, Zakiah. Kepribadian Guru. 1980. Jakarta: Bulan Bintang
Depdiknas. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem      Pendidikan Nasional. 2003.Jakarta: Depdiknas
Hasibuan, JJ. dan   Moedjiono, Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
Isjoni. Pengembangan Profesionalisme Guru. 2007. Pekan baru: Penerbit Cendikia Insani
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar. 2007. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Suparlan. Guru Sebagai Profesi. 2006. Yokyakarta: Hikayat Publishing    

           







                                                                        16



                                                                                                                                         

Belum ada Komentar untuk "Keteladanan Guru"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel