Discovery Learning/Pembelajaran Menemukan


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
      Banyak istilah digunakan untuk belajar atau mengajar. Modell and Michael 1993 (promoting active learning in life science classrooms) mendefenisikan lingkungan belajar aktif sebagai suatu lingkungan yang mendorong siswa untuk terlibat secara individual di dalam proses membangun model mental mereka dari informasi yang mereka peroleh. [1]
      Asumsi yang berkaitan dengan proses pengajaran adalah bahwa proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagia suatu sistem. Peristiwa belajar akan terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur oleh guru. Proses pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya guna. Pengajaran memberi tekanan kepada proses dan produk secara seimbang. Dan inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan siswa secara optimal. [2]
      Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak menggunakan otak kiri (otak sadar) saja, sementara otak kanan kurang diperhatikan.[3]
        Belajar terjadi ketika ada interaksi antara individu dan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah buku, alat peraga dan alam sekitar. Adapun lingkungan pembelajaran adalah lingkungan yang merangsang dan menantang siswa untuk belajar. [4]
    Melvin L. Silberman menyatakan, belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghapal. Banyak hal yang kita ingat akan hilang dalam beberapa jam. Memepelajari bukanlah menelan semuanya. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para siswanya, karena mereka sendirilah yang harus menata apa yang mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermakna. Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktikkan, dan bahkan barangkali mengajarkan kepada siswa yang lain, proses belajar yang sesungguhnya tidak akan terjadi. [5]
      Deive Meier mengemukakan belajar harus melibatkan seluruh tubuh dan pikiran. Belajar tidak hanya menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak kiri” dan verbal), tetapi juga melibatkan seluruh tubuh/pikiran dengan segala indra, dan sarafnya.[6]
      Indrawati (1999: 9) menyatakan, bahwa suatu pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui mode-model pembelajaran  yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi. Menurut Downey (1967) dalam Joyce (1992: 107) menyatakan :
“The core of good thinking is the ability to solve problems. The essence of probelem solving is the ability to learn in puzzling situations. Thus, in the school of these particular dreams, learning how to learn pervades  what is the taught, and the kind of place in which it is thougt.”[7]
      Pernyataan di atas menunjukkan bahwa inti dari berpikir yang baik yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah. Dasar dari pemecahan masalah yaitu kemampuan untuk belajar dalam situasi proses berpikir. Dengan demikian, hal ini dapat diimplementasikan bahwa kepada siswa hendaknya diajarkan bagaimana belajar yang meliputi apa yang diajarkan, bagaimana hal itu diajarkan, jenis kondisi belajar dan memperoleh pandangan baru. Salah satu yang termasuk dalam model pemrosesan informasi yaitu model pembelajaran inkuiri.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pembelajaran Discovery ?
2.      Apa Ciri-ciri dan Prinsip pembelajaran discovery ?
3.      Apa tujuan pembelajaran discovery?
4.      Apa saja Kelebihan dan kekurangan pembelajaran discovery ?
5.      Bagaimana Tahap-tahap pembelajaran discovery?














BAB II
PEMBELAJARAN MENEMUKAN
(DISCOVERY LEARNING)

A.    Pengertian Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning)
      Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan). Discovery (penemuan) adalah proses mental ketika siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Adapun proses mental, misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Konsep, misalnya bundar, segitiga, demokrasi, energi, dan sebagainya. Sedangkan prinsip, misalnya setiap logam apabila dipanaskan memuai.
      Inquiry merupakan perluasan dari discovery (discovery yang digunakaan lebih mendalam), artinya inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya merumuskan problema, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan sebagainya.[8]
      Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-batas tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry adalah baik untuk siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi.[9]
B.     Ciri-ciri dan Prinsip Pembelajaran Penemuan (Discovery learning)
 Pembelajaran discovery memiliki beberapa ciri, diantaranya
1.      Menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya pada pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaarn, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima materi pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka ber[eran menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
2.       Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu tang ditanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, pada pembelajaran discovery menempatkan guru bukan sebagai satu satunya sumber belajar, melainkan lebih diposisikan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab  antara guru dan siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan discovery. Guru dalam mengembangkan sikap discovery di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis, dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi  kerja kelompok.
3.      Tujuan dari pembelajaran discovery yaitu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses intelektual. Dengan demikian dalam pembelajaran discovery siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai pelajaarn, tetapi juga bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai materi pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal. Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran[10].
Prinsip-prinsip pembelajaran discovery diantaranya :
1.      Berorientasi pada pengembangan intelektual.
Tujuan utama dari pembelajaran discovery yaitu pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.
2.      Prinsip interaksi.
Proses pembelajaran pada dasarnya ialah interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, melainkan sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
3.      Prinsip bertanya.
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pembelajaran ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Dalam hal ini, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah discovery sangat diperlukan. Di samping itu, pada pembelajaran ini juga perlu dikembangkan sikap kritis siswa dengan selalu bertanya dan mempertanyakan berbagai fenomena yang sedang dipelajarinya.
4.      Prinsip belajar untuk berpikir.
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, melainkan belajar adalah proses berpikir (learning how to      think), yakni “proses mengembangkan potensi seluruh otak.” Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
5.      Prinsip keterbukaaan.
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru ialah menyediakan ruang untuk meemberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.[11]
C.     Tujuan Metode Discovery/ Inquiry
      Dalam pola CBSA penggunaan metode ini dalam proses pembelajaran bertujuan untuk mengembangkan keaktifan berpikir dan kemampuan daya nalar dalam menyelidiki, menempatkan sekaligus memecahkan suatu permasalahan secara tepat dan objektif.
      Menurut Muhammad Azhar, ada beberapa tujuan metode pembelajaran penemuan yaitu (a) mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan diri peserta didik dalam mengambil suatu keputusan secara tepat dan obyektif, (b) mengembangkan kemampuan berpikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analitis dan logisa), (c) membina dan mengembangkan sikap ingin lebih tahu, dan (d) mengungkapkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. [12]
      Metode pembelajaran penemuan tidak hanya terbatas pada upaya pengembangan intelektual (kognitif) peserta didik, tetapi juga aspek nilai (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Hal ini seperti dikemukakan W. Gulo “inquiry tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual, tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keterampilan.”[13]
      Adapun hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam penerapan metode pembelajaran penemuan, terutama berkenaan dengan kondisi yaitu : (1); kondisi yang pleksibel, bebas untuk berinteraksi, (2) kondisi lingkungan yang responsif, (3) kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian dan (4) kondisi yang bebas dari tekanan. [14]

D.    Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Penemuan (Discovery learning)
      Sasaran utama model belajar inquiry ini adalah mengembangkan penguasaan pengetahuan, yang merupakan hasil dari pengolahan data atau informasi. Pada kegiatan ini, siswa dilibatkan secara aktif dalam proses mencari tahu untuk mampu menginterpretasikan informasi, membedakan antara asumsi yang benar dan yang salah, dan memandang suatu kebenaran dan hubungannya dengan berbagai situasi. Jadi, siswa tidak hanya memiliki informasi, tetapi lebih jauh lagi, siswa menempatkan diri sebagai sainstis yang melakukan penelitian, berpikir, dan merencanakan lingkungan penelitian.
      Pengetahuan yang diperoleh dengan cara demikian mengandung berbagai kebaikan, yaitu :
1.      Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui pembelajaran ini dianggap jauh lebih bermakna.
2.      Pembelajaran ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
3.      Pembelaran ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
4.      Keuntungan lain yaitu dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Disamping memiliki keunggulan, pembelajaran ini juga mempunyai kelemahan, diantaranya :
1.      Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2.      Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
3.      Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
4.      Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit diimplementasikan. [15]
E.     Tahap-tahap Pembelajaran Discovery
      Menurut Nana Sudjana ada lima tahapan yang ditempuh dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran berdasarkan metode inquiry yaitu : [16]
1.      Merumuskan masalah untuk dipecahkan peserta didik.
2.      Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis.
3.      Peserta didik mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis.
4.      Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi, dan
5.      Mengaplikasikan, kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.
F.      Langkah-langkah Pelaksanaan Inquiry dan Discovery
     Penerapan metode inquiry yang lebih sederhana dapat dilakukan dengan bantuan tanya jawab. Langkah-langkah inquiry dengan tanya jawab secara sederhana dan mudah dipraktekkan adalah sebagai berikut :[17]
1.      Persiapan, beberapa kegiatan pada langkah ini antara lain :
a.       Pendidik merumuskan masalah sebagai topik
b.      Merumuskan tujuan khusus atau yang saat ini lebih dikenal dengan kompetensi dasar.
c.       Menjelaskan jalannya inquiry dan penemuan
2.      Pelaksanaan, meliputi beberapa aktifitas sebagi berikut :
a.       Pendidik mengemukakan masalah tertentu, peserta didik diberi kesempatan bertanya tentang masalah tersebut beserta jalannya inquiry dan penemuan kalau masih ada yang lebih jelas.
b.      Peserta didik diberi kesempatan bertanya seluas mungkin tentang topik pembahasan, sampai merasa cukup untuk mengambil kesimpulan. Tidak dibenarkan pendidik memberikan jawaban yang sifatnya menjawab atau memecahkan masalah yang akan dipecahkan oleh peserta didik.
c.       Peserta didik menemukan kesimpulan atau pendapat sementara (hipotesis) beserta alasan-alasannya.
3.      Penyelesaian, meliputi kegiatan-kegiatan seperti :
a.       Pendidik bersama peserta didik menguji atau membahas pendapat sementara yang dikemukakan peserta didik atas dasar bukti (data) yang ada.
b.      Pengembalian kesimpulan dilakukan oleh peserta didik dibantu pendidik.
      Menurut Westwod (2008), [18] pembelajaran dengan metode discovery  akan efektif jika terjadi hal-hal berikut :
1.      Proses belajar dibuat secar terstruktur dan hati-hati.
2.      Siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan awal untuk belajar.
3.      Guru memberikan dukungan yang dibutuhkan siswa untuk melakukan penyelelidikan.
      Langkah-langkah pembelajaran discovery terbimbing adalah sebagai berikut :
1.      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
2.      Guru membagi petunjuk praktikum/eksperimen.
3.      Peserta didik melaksanakan eksperimen di bawah pengawasan guru.
4.      Guru menunjukkan gejala yang diamati.
5.      Peserta didik menyimpulkan hasil eksperimen.[19]
      Salah satu bentuk discovery disebut guided discovery lesson (pelajaran dengan penemuan terpimipin), yang langkah-langkahnya sebagai berikut :
1.      Adanya probelema yang akan dipecahkan, yang dinyatakan dengan pernyataan atau pertanyaan.
2.      Jelas tingkat atau kelasnya (misalnya SMP kelas III).
3.      Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas.
4.      Alat atau bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan.
5.      Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melakukan kegiatan.
6.      Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan atau percobaan untuk menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan.
7.      Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan.
8.      Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
9.      Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor yang memengaruhi hasil, terutama penyelidikan yang mengalami kegagalan atau tidak berjalan sebagaimana seharusnya.[20]
      Penerapan metode merupakan prosedur kependidikan yang juga diperintahkan dalam Alquran. Variasi metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan). Discovery (penemuan) adalah proses mental ketika siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Inquiry merupakan perluasan dari discovery.
2.      Ciri-ciri Pembelajaran Penemuan (Discovery learning), yaitu menekankan kepada aktivitas siswa dan seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu tang ditanyakan
3.      Tujuan dari pembelajaran discovery yaitu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis.
4.      Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Penemuan (Discovery
learning): memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka,dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Kelemahannya, diantaranya :sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa,sulit dalam merencanakan pembelajaran, memerlukan waktu yang panjang.
5.      Tahap-tahap Pembelajaran Discovery: merumuskan masalah,  
menetapkan jawaban sementara,  mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis, menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi, dan mengaplikasikan, kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.

B.     Saran-saran
Demikianlah makalah ini disusun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dari para pembaca, terutama dari Dosen Pembimbing. Atas kritik dan saran yang diberikan, saya ucapkan terima kasih.











DAFTAR PUSTAKA
Dave Meier. 2005.  The Accelerated Learning Handbook.  Penerjemah :  
    Rahmani Astuti. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Hamdani. 2011. . Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Hartono, ddk. 2009. Paikem Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif dan
    Menyenangkan. Pekanbaru : Zanafa Publishing.

Melvin L. Silberman. 2009. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif.
    Penerjemah : Raisul Muttaqien.  Bandung: Nusamedia.

Muhammad Azhar. 1999. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA, Surabaya:
    Usaha Nasional. cet. Ke-2.

Nana Sudjana. 1991. Model-model Mengajar CBSA.  Bandung: Sinar Baru
    Algesindo.

Oemar Hamalik. 1991.  Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar
    Berdasarkan CBSA. Surabaya: Dinar Baru.

Peter Westwood. 2008.  What Teachers Need to Know About Teaching
    Methods. Camberwell, Victoria: ACER Pres.

Ramayulis. 2008.  Model-model Mengajar Konvensional dan Modern,
    Studi Perbandingan, Makalah PPs. IAIN Imam Bonjol Padang. Kuliah
    Umum.

Ramayulis. 2014.  Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Kalam 
    mulia.

Ridwan Abdullah Sani. 2015.  Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi
    Kurikulum 2013.Jakarta: PT. Bumi Aksara.  cet. Ke- 3.

Trianto Ibnu Badar al-Tabany. 2015.  Mendesain Model Pembelajaran
    Inovatif, Progresif, dan Kontekstual. Jakarta: Prenadamedia Grup.

Udib,S.. Winata Putra, dkk. 2002.  Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
    Universitas Terbuka.

W. Gulo. 2004.    Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo. cet. Ke-2.

Wina Sanjaya. 2007.  Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
    Pendidikan. Jakarta: Kencana Preanada Media Grup.





















                                                                                                                            


[1]Dr. Hamdani,M.A. Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm.109
[2] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Preanada Media Grup, 2007) hlm.134
[3] DR. Hartono, ddk. Paikem Pembelajaarn Aktif Inovatif Kreatif dan Menyenangkan, (Pekanbaru : Zanafa Publishing, 2009), hlm. 42
[4] Udib,S.. Winata Putra, dkk. Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), hlm.2-3
[5] Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Penerjemah : Raisul Muttaqien, ( Bandung: Nusamedia, 2009), hlm.27
[6] Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook, Penerjemah : Rahmani Astuti, ( Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2005), hlm. 54
[7] Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovativ, Progresif, dan Konstektual,( Jakarta: Prenadamadia Grup, 2015) hlm. 77
[8] Dr. Hamdani, M.A. Strategi Belajar Mengajar,( Bandung: Pustaka Setia, 2011),hlm. 184-185
[9] Ibid.
[10] Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2015), hlm. 80
[11] Ibid. hlm. 81
[12] Muhammad Azhar, Proses Belajar Mengajar Pola CBSA, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993),cet. Ke-2,  hlm. 99
[13]  W. Gulo,   Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Grasindo, 2004), cet. Ke—2, hlm. 101
[14]  Oemar Hamalik, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA, (Surabaya: Dinar Baru, 1991), CET. KE-1, hlm. 65
[15] Trianto Ibnu Badar l-Tabany, hlm. 82-83
[16] Nana Sudjana, Model-model Mengajar CBSA, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1991), hlm. 69
[17] Ramayulis, Model-model Mengajar Konvensional dan Modern, Studi Perbandingan, Makalah PPs. IAIN Imam Bonjol Padang, Kuliah Umum, 2008, hlm. 6
[18]  Peter Westwood, What Teachers Need to Know About Teaching Methods (Camberwell, Victoria: ACER Pres, 2008)
[19] Dr. Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015, cet. Ke- 3, hlm.98
[20] DR. Hamdani M.A. Strategi Belajar Mengajar, hlm. 185

Belum ada Komentar untuk "Discovery Learning/Pembelajaran Menemukan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel