Pandangan Aliran-aliran Progresivisme. Perenialisme, Esensialisme dan Rekonstruksionisme tentang Pendidikan


I.                   Pandangan Aliran-aliran Progresivisme. Perenialisme, Esensialisme dan Rekonstruksionisme tentang Pendidikan

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
A.    Pengantar
Lahirnya aliran-aliran dalam filsafat pendidikan selalu didasarkan atas keinginan-keinginan menciptakan manusia-manusia ideal melalui jalur pendidikan. Oleh karena itu berbagai pemikiran kependidikan pun akan selalu mengacu pada cara pandang seseorang atau sekelompok orang dalam menilik eksistensi manusia dalam memperoleh pengalaman-pengalaman yang ada yang pada gilirannya akan membentuk peradaban dan kebudayaan manusia itu sendiri.
B.     Progresivisme
1.      Progresivisme dalam Pengertian dan Sejarah
Progresivisme secara bahasa dapat diartikan sebagai aliran yang menginginkan kemajuan-kemajuan secara cepat. Dalam konteks filsafat pendidikan, progresivisme merupakan suatu aliran yang menekankan bahwa pendidikan bukanlah sekedar upaya pemberian sekumpulan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi hendaklah berisi beragam aktivitas yang mengarah pada pelatihan kemampuan berpikir mereka secara menyeluruh, sehingga mereka dapat berpikir secara sistematis melalui cara-cara ilmiah seperti penyediaan ragam data empiris dan informasi teoritis, memberikan analisis, pertimbangan dan pembuatan kesimpulan menuju pemilihan alternative yang paling memungkinkan untuk pemecahan masalah yang tengah dihadapi.
2.      Landasan Filosofis Progresivisme
Progresivisme beranggapan bahwa kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh manusia adalah karena kemampuan manusia dalam mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan berdasarkan tata logis dan sistematis berpikr ilmiah.
Ilmu pengetahuan diperoleh manusia dari proses interaksinya dengan berbagai realitas, baik melalui pengalaman langsung ataupun tidak langsung.
3.       Pandangan Progresivisme tentang Pendidikan
Berdasarkan pandangan aliran ini belajar mesti berpusat pada anak didik, bukan pada pendidik. Anak didik harus selalu mampu menghubungkan apa yang ia pelajari dengan kehidupannya.
Menurut John Dewey, materi-materi harus dikemas sedemikian rupa dalam konteks yang menyenangkan, sehingga mereka betah dan bertahan lama dalam proses pendidikan.
Kurikulum yang paling cocok untuk kepentingan di atas adalah semacam laboratorium sebagai sebuah kegiatan eksprimentasi yang semua kegiatan terinci sedemikian rupa.
Bahasa asing kuno dan modern merupakan suatu yang dibutuhkan subjek didik pada tingkat menengah pertama. Sedangkan pada tingkat lanjutan atas perlu diberikan kelompok pengetahuan logika, retorika, sastra dan ilmu pasti.
C.    Perenialisme
1.      Perenialisme dalam Pengertian dan Sejarah
Perenialisme dapat dikatakan sebagai tradisi dipandang juga sebagai prinsip-prinsip yang abadi yang terus mengalir sepanjang sejarah manusia.
Esensi aliran ini berupaya menerapkan nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat kekal dan abadi yang selalu seperti itu sepanjang sejarah manusia.
2.      Landasan Filosofis Perenialisme
Menurut Plato, manusia pada hakikatnya memiliki tiga potensi dasar, yaitu nafsu, kemauan dan pikiran. Ketiga potensi ini merupakan asas bagi bangunan kepribadian dan watak manusia. Ketiga potensi ini akan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan.
Aliran ini berkeyakinan, bahwa kendatipun dalam lingkungan dan tempat yang berbeda-beda, hakikat manusia tetap menunjukkan kesamaannya.
3.      Pandangan Perenialisme tentang Pendidikan
Pendidikan menurut aliran ini bukanlah imitasi kehidupan, tetapi tidak lain  adalah suatu upaya mempersiapkan kehidupan.
Prinsip mendasar pendidikan adalah membantu subjek-didik menemukan dan menginternalisasikan kebenaran abadi.
Perenialisme membedakan belajar kepada dua wilayah besar, wilayah pengajaran dan wilayah penemuan. Yang pertama belajar memerlukan bantuan guru. Sedangkan yang kedua, tidak lagi membutuhkan guru.
Perenialisme lebih cenderung pada subject-centered dalam kurikulum maupun dalam metode dan pendekatan yang ditempuh dalam proses pembelajarannya.
D.    Esensialisme
1.      Esensialisme dalam Pengertian dan Sejarah
Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran ini memilki ciri utamanya yang menekankan bahwa pendidikan mesti dibangun di atas nilai-nilai yang kukuh, tetap dan stabil.
2.      Landasan Filosofis Esensialisme
Esensialisme memandang bahwa manusia sebagai bagian dari alam semesta yang bersifat mekanis dan tunduk pada hukum-hukumnya yang objektif-kausalitas.
3.      Pandangan Esensialisme tentang Pendidikan
Kelompok ini memandang agar pendidikan memilki tujuan yang jelas dan kukuh diperlukan nilai-nilai yang kukuh yang akan mendatangkan kstabilan. Untuk itu perlu dipilih nilai-nilai yang mempunyai tata yang jelas dan telah teruji oleh waktu.
Esensialisme memberikan penekanan upaya kependidikan dalam hal pengujian ulang materi-materi kurikulum. Pendidikan memerlukan modifikasi, dan penyempurnaan sesuai dengan kondisi manusia yang bersifat dinamis dan selalu berkembang.
Proses belajar adalah proses penyesuaian diri individu dengan lingkungan dalam pola stimulus dan respon. Guru adalah sebagai agen untuk memperkuat pembentukan kebiasaan dalam rangka penyesuaian dengan lingkungan tersebut. Belajar mesti didasarkan pada disiplin dan kerja keras yang ketat.
Kurikulum adalah kurukulum yang kaya, bertingkat dan sistematis yang didasarkan pada suatu kesatuan pengetahuan yang tidak terjabarkan lagi, pada sikap yang berlaku pada suatu kebudayaan yang demokratis.
Thondaik dan Boboit menekankan bahwa kurikulum adalah persiapan tugas anak di dalam kehidupannya.
Inisiatif pendidikan tergantung sepenuhnya pada guru, bukan pada subjek didik. Oleh karena itu guru mesti mengambil peranan yang besar untuk mengatur dan mengarahkan subjek didik kea rah kedewasaan.
Metode yang paling cocock melalui metode tradisional yaitu discipline method, yaitu menggunakan pendekatan psikologi pendidikan yang mengutamakan latihan-latihan berpikir logis, teratur, ajek, sistematis, menyeluruh menuju latihan penarikan kesimpulan yang baik dan komprehensif.
E.     Rekonstruksionisme
1.      Rekonstruksionosme dalam Pengertian dan Sejarah
Dalam konteks pendidikan, aliran ini berupaya merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
2.      Landasan Filosofis Rekonstruksionisme
Aliran ini memandang bahwa realitas itu bersifat universal, realitas itu ada di mana saja dan sama di setiap tempat.
3.      Pandangan Rekonstruksionisme tentang pendidikan
Muhammad Iqbal menyebutkan tujuan pendidikan adalah mampu membangun dunia bagi masyarakat dengan menggunakan kemampuan akal, indra dan intuisi. Ketiga aspek ini mesti tertuang dalam kurikulum pendidikan.
Guru menurut  aliran ini bertugas meyakinkan subjek didiknya tentang urgensi rekontruksi dalam memajukan kehidupan social kemasyarakatan dan membiasakan mereka untuk sensitive terhadap berbagai problem yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat serta mencarikan solusi yang diperlukan menuju perbaikan dan perubahan-perubahan.
Kinsley Price  menggaris bawahi hal-hal mendasar dalam pemilihan corak aktivitas pembelajaran sebagai berikut:
a.       Segala sesuatu yang bercorak otokrasi mesti dihindari, sehingga belajar terhindar dari unsur pemaksaan.
b.      Guru mesti dapat meyakinkan subjek didiknya akan kemampuannya dalam memecahkan masalah, sehingga masalah yang ada dalam subject matters dapat diatasi.
c.       Untuk menumbuhkan keinginan subjek didik, seorang guru mesti mampu mengenali setiap diri subjek didik secara individu.
d.      Seorang guru mesti dapat menciptakan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga interaksi guru dengan subjek didik dan semua yang hadir dalam suatu ruangan kelas dapat berkomunikasi dengan baik, tanpa ada yang menunjukkan sikap otoriter.

II.                Analisa
Esensialisme menekankan pada tujuan pewarisan nilai-nilai kultural-historis kepada peserta didik melalui pendidikan. Pengetahuan ini dilaksanakan dengan memberikan skill, sikap dan nilai-nilai yang tepat yang merupakan bagian esensial dari unsur-unsur pendidikan. Pada aliran ini materi pelajaran kurang berkembang.
Kurikulum dipusatkan pada penguasaan materi pelajaran (subject centered) .
Guru dipandang sebagai center karena dituntut untuk menguasai bidang studi  dan sebagai model, atau pigur yang amat diteladani siswa. Siswa sangat tergantung kepada guru. Akibatnya siswa sangat menghargai dan menghormati guru.
System ini dapat dilihat pada system pendidikan pada zaman dahulu, dimana siswa sangat menghargai guru. Umumnya di pondok-pondok pesantren masih memakai system dengan aliran esensialisme, sehingga guru masih menjadi sentral dalam pembelajaran dan mendapat tempat istimewa di mata santrinya.
Perenialisme memandang bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk membantu siswa dalam memeperoleh dan merealisasikan kebenaran abadi. Tujuan pendidikan tersebut tampak dalam format kurikulum yang berpusat pada materi. Materi kurikulum bersifat konstan atau perenial. Akibatnya juga materi tidak berkembang.
Guru harus menguasai betul terhadap disiplin ilmunya sehingga mampu mengarahkan muridnya menuju kebenaran. Sebagai akibatnya guru harus senantiasa mengembangkan kemampuan akademiknya. Ia harus selalu menambah pengetahuan dalam bidang yang ia ampu.
Progresivisme memandang bahwa memfokuskan perhatian pada penguasaan pengetahuan yang baku tidaklah perlu. Progressive menekankan pada bagaimana cara berpikir (how to think). Pengetahuan yang baku tidak responsive terhadap kondisi pendidikan individu atau masyarakat yang progresif.
Sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas. Progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter, sebab pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang dinamis.
Aliran ini lebih menekankan keaktifan siswa, guru hanya sebagai fasilisator saja. Hal ini menyebabkan guru bersifat pasif. Kemungkinan juga hal itu mengakibatkan guru kurang mengembangkan kemampuan akademiknya dalam materi yang ia ampu, karena guru lebih memfokuskan diri pada pengembangan di bidang metode dan strategi pembelajaran saja.
Siswa lebih berkembang daripada guru dalam bidang akademik, karena tuntutan dan kesempatan yang lebih banyak siswa dapat belajar dari mana saja. Mereka tidak lagi tergantung kepada guru. Akibatnya siswa kurang menghargai guru. Apalagi jika pengetahuan guru ternyata di bawah siswa, tentu saja siswa akan meremehkan dan merendahkan guru.
Pada saat ini umumnya sekolah-sekolah adalah progresivism. Pengembangan pengetahuan sangat diutamakan. Strategi pembelajaran yang dipakai pada kurikulum 2013 pada umumnya menggunakan pendekatan dengan menekankan pada keaktifan siswa. Pendekatan discovery learning, inquiri, problem based learning semuanya menekankan keaktifan siswa. Guru hanya sebagai fasilisator saja. Akibatnya siswa lebih aktif daripada guru. Siswa dapat belajar dengan atau tanpa guru. Siswa lebih banyak belajar dari internet daripada guru. Apalagi banyak di antara guru-guru kadang-kadang tidak menguasai teknologi internet. Sehingga kemampuan siswa kadang jauh lebih tinggi dipada guru. Dan bisa dilihat dampak negatifnya pada saat ini siswa tidak lagi meghargai guru. Bahkan ada guru yang malah dipenjarakan hanya karena hal-hal sepele.
Pada aliran ini sekolah harus mengembangkan ilmu pengetahuan, bukan hanya mewariskan ilmu, karena ilmu itu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Rekonstruksionisme menghendaki tujuan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran siswa mengenai problematika social, politik dan ekonomi yang dihadapi oleh manusia secara global dan membina mereka, membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan dasar agar bisa menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Kurukulum dan metode pendidikan bermuatan materi social, politik dan ekonomi yang sedang dihadapi oleh masyarakat.
Peranan guru dalam aliran rekonstruksionisme sama dengan pandangan progresivisme. Guru harus menjadikan muridnya siap menghadapi persoalan-persoalan dalam masyarakat, membantu mereka mengidentifikasi permasalahan lalu meyakinkan mereka sanggup mengahadapi semua itu.
Rekonstruksionisme memiliki dua perspektif, masa kini yang banyak mengandung progresif dan masa depan.
Aliran esensialisme dan perenialisme ini sering disebut aliran tradisional. Sedangkan aliran progresivisme dan rekonstruksionisme dikategorikan sebagai aliran kontemporer.
Progresivisme Membawa kemajuan-kemajuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun teknologi. Siswa diberi kebebasan mengeluarkan pendapat dan dapat membentuk output yang mempunyai keahlian dan keterampilan.
Menurut pandangan filsafat progresivisme  guru  adalah penasihat, pembimbing, pengarah dan bukan sebagai orang pemegang otoritas penuh yang dapat berbuat apa saja (otoriter) terhadap muridnya.  Guru disebut sebagai pembimbing karena  mempunyai  ilmu pengetahuan dan pengalaman yang banyak di  bidang  pendidikan, memahami karakter  peserta didik yang  secara otomatis (semestinya) guru mampu menjadi penasihat manakala peserta  didik mengalami jalan buntu dalam memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu peran utama pendidik adalah membantu peserta didik  bagaimana mereka harus belajar dengan diri mereka sendiri, sehingga peserta didik akan berkembang menjadi orang dewasa yang mandiri dalam  lingkungannya yang akan selalu berubah. 
Berkenaan dengan hal tersebut, teori progresivisme menyatakan bahwa tugas pendidik  adalah  sebagai pembimbing aktivitas peserta  didik dan berusaha  untuk memberikan kemungkinan  terhadap terciptanya  lingkungan  terbaik  yang memungkinkan terjadinya proses  belajar. Guru sebagai pembimbing,  tidak boleh menonjolkan diri, melainkan harus bersikap demokratis dan memperhatikan hak-hak alamiah  dari para  peserta didik secara keseluruhan. Pendekatan yang digunakan dalam proses ini  adalah pendekatan psikologis  dengan keyakinan bahwa memotivasi lebih penting daripada  sekedar  memberi informasi. Pendidik dan peserta didik  bekerja sama dalam mengembangkan program belajar dan aktualisasi potensi peserta  didik dalam kepemimpinan dan kemampuan  lain yang dikehendaki  dalam pendidikan.
Di Indonesia, menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 1 angka 4, dinyatakan bahwa “Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”.
 Teori progresivisme menempatkan peserta didik pada posisi sentral dalam melakukan pembelajaran. karena  peserta didik  mempunyai kecenderungan alamiah untuk belajar dan menemukan sesuatu tentang dunia di sekitarnya dan juga memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu yang harus terpenuhi dalam kehidupannya. Kecenderungan dan kebutuhan tersebut akan memberikan kepada  peserta didik suatu minat yang jelas dalam mempelajari berbagai persoalan. 
Peserta didik  adalah makhluk yang memiliki  kelebihan dibanding dengan makhluk-makhluk lain karena peserta didik memiliki  potensi kecerdasan.  Oleh karena itu,  setiap peserta didik mempunyai potensi atau  kemampuan sebagai bekal untuk menghadapi  kehidupan  dan memecahkan permasalahan-permasalahan yang mungkin merintanginya.  Berkenaan dengan hal ini, tugas guru  atau pendidik  adalah meningkatkan kecerdasan potensial yang telah dimiliki sejak lahir menjadi kecerdasan realitas dalam lapangan pendidikan untuk dapat merespon segala perubahan yang terjadi di lingkungan di mana ia hidup dan beraktifitas. 
Dengan demikian prasyarat yang harus dilakukan oleh peserta didik adalah sikap aktif  dan kreatif, bukan hanya menunggu  kedatangan  guru  dalam mengisi dan mentransfer ilmunya kepada mereka.  Peserta didik  tidak boleh diperlakukan seperti  bejana  kosong  yang akan  diisi oleh penggunanya. Jika yang terjadi demikian, maka proses pembelajaran   hanya berwujud  transfer of knowledge dari seorang guru kepada murid. Tentu saja cara demikian  tidak akan  membawa hasil apalagi  mencerdasakan sehingga dapat dikatakan bahwa upaya mencapai  tujuan pendidikan mengalami kegagalan.
 Namun pada masyarakat sekarang umumnya pandangan progresivisme  dan rekonstruksionisme jauh lebih baik, daripada pandangan esensialisme dan perenialisme. Hal itu dikarenakan masyarakat terus berkembang.
Jika dilihat dari perbandingan aliran-aliran di atas, semuanya memiliki dampak positif dan negative. Aliran esensialisme dan perenialisme menyebabkan ilmu pengetahuan tidak berkembang. Namun guru sangat dihargai. Namun pada progresivisme dan rekontruksionisme membuat ilmu berkembang, namun penghargaan terhadap guru menjadi berkurang. Namun hal tersebut bisa diatasi dengan memadukan aliran-aliran tersebut dalam pelaksanaannya, dengan cara progresivisme tanpa menghilangkan peran guru dalam pembelajaran. Tentu saja tugas guru untuk terus mengembangkan kemampuan akademik dan paedagogiknya  agar peran guru tidak terpinggirkan.




Belum ada Komentar untuk " Pandangan Aliran-aliran Progresivisme. Perenialisme, Esensialisme dan Rekonstruksionisme tentang Pendidikan "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel